Tampilkan postingan dengan label guru agama Katolik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label guru agama Katolik. Tampilkan semua postingan

Guru Agama Katolik Memiliki Kompetensi Tertentu

Oleh: Timotius J

Guru Agama Katolik juga mesti memiliki kompetensi sebagai seorang guru, yaitu kompetensi profesional, kompetensi kepribadian kompetensi pedagogik, dan  kompetensi sosial.

Bimbingan Masyarakat Katolik Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah menyelenggarakan Kegiatan Pembinaan Guru Agama Katolik Tingkat SD dan SMP Se-Provinsi Kalimatan Tengah. Pada kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 21 s.d 23 Oktober 2019 tersebut, hadir sebagai nara sumber  antara lain Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah, Pembimas Katolik Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah, Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Palangka Raya dan Dosen STIPAS Tahasak Danum Pambelum Keuskupan Palangkaraya.

Kepala Kantor Kanwil Kemenag Provinsi Kalimantan Tengah, Drs. H. Masrawan, M.Ag menyampaikan materi pembinaan dengan judul “Kedisiplinan Guru Agama.”  Dalam pemaparannya, Kakanwil mengarahkan Guru Agama (juga Agama Katolik) agar mengabdikan diri sesuai sistem dan etika profesi sebagai ASN seabgaimana tertuang dalam a) UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, b) PP No. 53 Tahun 2010 tentang Dislipin PNS, dan c) PP No. 19 Tahun 2017 tentang Guru.

Sejalan dengan ketentuan yang berlaku, Guru Agama memiliki kewajiban untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, yaitu antara lain 1) menyusun  program tahunan dan program semester, 2) merencanakan pembelajaran dengan  membuat RPP, 3) melaksanakan pengajaran di ruang kelas, 4)  mengevaluasi  dengan membuat soal ulangan, 5) membimbing dan mendampingi dalam praktek, dan 6)  memberi  nilai kepada peserta didik.

Guru Agama (Katolik) sebagai ASN juga dituntut untuk loyal kepada pemerintah yang mengangkatnya dan hendaknya para guru Agama harus hati-hati dan bersikap bijak atas berita di media sosial. Guru Agama Katolik (dan guru agama yang lain) tidak hanya mengajar agama di sekolah namun juga mengajar umat di Gereja/ masyarakat, misalnya dengan tidak membuat atau meneruskan ujaran kebencian, fitnah kepada siapapun dan pemerintah.

Bapak Pujanto, SS, Pembimas Katolik Kemenag Prov. Kalteng, pertama-tama menegaskan Bimas Katolik merupakan bagian dari Kementerian Agama Republik Indonesia yang mempunyai tugas dan fungsi membangun manusia Indonesia yang beragama sekaligus beriman. Bimas Katolik sebagai bagian dari pemerintah mengurusi dan memfasilitasi umat Katolik sebagai warga negara Indonesia. Bimas Katolik menjadi jembatan yang menghubungkan antara Gereja Katolik dengan pemerintah.

Pemerintah mempunyai program dan kegiatan beraneka ragam yang harus mengikutsertakan orang Katolik sebagai warga negara sekaligus warga Gereja. Dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Katolik di sekolah, Pemerintah mengangkat pendidik dengan kualifikasi sebagai  pendidik Agama Katolik untuk menjadi tenaga pendidik di sekolah. Pendidik Agama Katolik di sekolah mendapatkan gaji dan tunjangan yang dialokasikan APBN.

Pada kesempatan yang sama, Pembimas Katolik juga menggarisbwahi beberapa hal lain, yaitu pentingnya keberadaan wadah Paguyuban guru Agama katolik yakni KKG (Kelompok Kerja Guru) dan MGMP (Musyarawarah Guru Mata Pelajaran), pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru, pemberian Tunjangan Kinerja, pengadaan buku guru dan siswa, dan mendorong paraga guru untuk selalu meng-update data guru pada aplikasi yang ditentukan oleh pemerintah. 

Selain berbicara tentang tugas pokok dan fungsi Bimas Katolik Kanwil Kemenag Provinsi Kalimatan Tengah, Pembimas Katolik juga mengetengahkan soal pembentukan karakter peserta didik. Guru agama Katolik terlibat dalam pembentukan karakter peserta didik. Pribadi yang berkarakter dan dewasa sudah pasti tidak terbentuk dengan tiba tiba. Hal tesebut harus dibentuk dan dipersiapkan sejak dini melalui pendidikan dan pembiasaan. Guru Agama Katolilk juga ambil bagian dalam tugas dan tanggung jawab menyiapkan dan melahirkan kader muda dan dewasa yang militan dan radikal sebagai warga negara dan Gereja Katolik.

Guru turut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial. Bagaimanapun hebatnya perkembangan teknologi saat ini, hal itu merupakan buah dari didikan dan peran guru. Dr. Josef Dudi, M.Si  dalam pemaparannya menegaskan bahwa untuk menjadi Guru Agama Katolik dibutuhkan keahlian khusus dalam bidang pendidikan dan pengajaran Agama Katolik. Mereka dituntut untuk menjadi orang-orang yang sungguh paham dan ahli dalam bidangnya sebagai pendidik dan pewarta Sabda. Selain itu,  Guru Agama Katolik juga mesti memiliki kompetensi sebagai seorang guru, yaitu kompetensi profesional, kompetensi kepribadian,  kompetensi pedagogik, dan  kompetensi sosial.

Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Palangka Raya, P. Cornel Fallo, SVD, berbicara tentang Spiritualitas Katekis. Bahwa setiap pribadi dapat menghayatai spiritualitas tertentu, namun sebagai Guru Agama Katolik, para guru diajak untuk menghidupi spiritualitas Katekis. Dengan menghidupi Spiritualitas Katekis, para Guru Agama Katolik dituntun untuk kembali kepada identitas panggilan hidup sebagai Katekis yang mengajar, menabur,  memberi teladan dan membiasakan anak didik untuk menjadi manusia mandiri dan sebagai pewarta iman dan ajaran Gereja Katolik kepada peserta didik serta berperan serta dalam memajukan kehidupan masyarakat.

Melahirkan Katekis Berkarakter

Oleh: Timotius J

Setiap umat Kristiani terpanggil untuk terlibat dalam karya pewartaan Sabda sesuai dengan kharisma yang diterima dari Allah sendiri. Salah satu bentuk nyata panggilan kaum awam dalam karya evangelisasi adalah menjadi katekis. 

STIPAS Tahasak Danum Pambelum (TDP) adalah jawaban bagi tersedianya katekis di Kalimantan umumnya dan teristimewa di Keuskupan Palangkaraya. Lembaga pendidikan tinggi ini telah memberikan sumbangan berarti bagi karya evangelisasi di Borneo untuk satu dasawarsa terakhir. Betapa tidak, dalam rentangan usia 12 tahun, STIPAS TDP telah meluluskan 329 orang katekis dari Angkatan I-IX. Para alumni tersebut melayani umat dalam pengajaran iman, peribadatan, dan juga hal-hal praksis karya pastoral entah di lembaga pendidikan sebagai guru Agama Katolik maupun sebagai katekis di paroki.

Komitmen untuk terlibat dalam membangun Gereja dan masyarakat melalui pelaksanaan pelayanan pendidikan kini kian terpacu dengan diterbitkannya Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi No. 051/SK/BAN-PT/Ak XV/S/II/2013 pada tanggal 14 Februari 2013. Program Studi yang ditawarkan STIPAS TDP, yaitu Pendidikan Pengajaran Agama Katolik mendapat peringkat B. Pastor Fransiskus Janu Hamu, Pr selaku Ketua STIPAS menyatakan bahwa semoga sertifikasi ini dapat menambah keyakinan dan pengakuan masyarakat bahwa STIPAS mampu melaksanakan pelayanan pendidikan serta  kegiatan-kegiatan  pendukungnya yang memenuhi Standar Pendidikan Nasional.

Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan milik Keuskupan Palangkaraya yang bernaung di bawah Yayasan Tahasak Danum Pambelum. Pendirian STIPAS merupakan bagian dari upaya Keuskupan Palangkaraya untuk memperkuat barisan tenaga pastoral awam Katolik yang profesional, mandiri dan berdedikasi tinggi dalam menjalankan pastoral sekolah dan pastoral umat bersama Hierarki Gereja Katolik. Awalnya, yayasan ini mengelola PGAK Tahasak Danum Pambelum yang dimulai pada tanggal 21 Juli 1985. Kemudian, pendidikan tenaga guru Agama Katolik dan katekis ditingkatkan dengan menawarkan Program Diploma Kateketik Pastoral yang berafiliasi dengan Institut Pastoral Indonesia (IPI) Malang.

Pada tahun 2002, penyelenggaraan pendidikan di lembaga ini berdiri sendiri dan statusnya ditingkatkan menjadi Sekolah Tinggi Pastoral yang dikukuhkan oleh Direktorat Jendral Bimas Katolik Departemen Agama RI pada tanggal 2 Desember 2002. Kuliah perdana angkatan pertama tahun ajaran 2002/2003  dimulai pada tanggal 1 September 2002. Pada tanggal 12 Maret 2012, Direktorat Jendral Bimas Katolik Kementrian Agama RI memperpanjang izin operasional STIPAS TDP.

Kampus dan Asrama: Satu Paket Pembinaan

Paus Yohanes Paulus II menyebutkan bahwa para katekis adalah para pekerja yang khusus, para saksi iman yang langsung, para evangelis yang tak tergantikan, yang mewakili kekuatan dasar komunitas Kristiani. Menyadari posisi strategis katekis dalam karya evangelisasi, pembinaan katekis kiranya diselenggarakan sedemikian sehingga kelak mereka dapat menjalankan panggilannya dengan baik. Tentang pembinaan katekis, di dalam Kitab Hukum Kanonik dikemukanan bahwa hendaknya para katekis disiapkan dengan semestinya untuk dapat melaksanakan tugas mereka dengan sebaik-baiknya, yakni supaya dengan diberikan pembinaan yang terus-menerus mereka memahami dengan baik ajaran Gereja dan mempelajari secara teoretis dan praksis norma-norma yang khas untuk ilmu-ilmu pendidikan (Kan. 780).

Sejalan dengan himbaun Paus Yohanes Paulus II dan isi Kanon tersebut, STIPAS TDP menekankan pembinaan karakter pribadi para calon (personal character building). Karakter pribadi yang menjadi sasaran pembinaan adalah kedisiplinan pribadi dalam nuansa Kristiani yang syarat bernafaskan kasih dan pengorbanan diri sehingga menghasilkan guru Agama Katolik dan katekis paroki yang mampu mengembangkan potensi dasarnya, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dan dapat menggunakan teknologi komunikasi dan informasi serta peduli dan tanggap terhadap masalah yang dihadapi masyarakat.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, STIPAS TDP menjalankan pola pembinaan kampus dan asrama sebagai satu paket pembinaan. Para calon katekis wajib tinggal di asrama yang disiapkan lembaga. Ada empat unit asrama yang disiapkan, dua unit untuk putra dan dua unit untuk putri. Dengan demikian, proses pembinaan dan pendampingan lebih terarah dan berkesinambungan antara kampus dan rumah studi (asrama) yang difokuskan pada pembinaan akademis, bimbingan konseling, pengembangan minat dan bakat, dan pegembangan soft skills.

Untuk menunjang proses pembinaan, STIPAS TDP memiliki sarana dan prasarana yang cukup seperti ruang praktik komputer, ruang perkuliahan nyaman dengan LCD permanen, dan jaringan internet Wi-Fi/tanpa kabel yang dapat diakses oleh mahasiswa. Dengan fasilitas yang tersedia, para mahasiswa juga mengembangkan diri melalui beberapa kegiatan ekstrakurikuler seperti mading, paduan suara, olah raga, seni tari, band, musik tradisional,  komputer, Bahasa Inggris, menjahit dan berkebun.

Sadar Konteks

Sejak awal berdirinya, lembaga pendidikan tinggi ini menyelenggarakan pembinaan sadar konteks. Hal ini dapat disimak dari visinya, yaitu terwujudnya lembaga STIPAS yang menghasilkan tenaga pastoral sekolah dan pastoral  umat yang  beriman, profesional, mandiri,  berdedikasi tinggi, dan terlibat aktif dalam pelestarian budaya dan lingkungan hidup. Nama lembaga ini pun diambil dari kearifan tradisi setempat, yakni Tahasak Danum Pambelum yang berarti sumber air kehidupan. Demikian pun lambang lembaga juga diambil dari kekhasan budaya setempat, seperti perisai (alat perang untuk melindungi diri dari serangan musuh yang dalam bahasa setempat disebut telabang), tempayan (tempat untuk mengisi air untuk orang Dayak Kalimantan Tengah) dan tujuh Aliran Sungai yang menunjukkan tujuh sungai besar yang berada di wilayah Keuskupan Palangkaraya yang memberikan kesuburan kepada alam sekitarnya. 

Menurut BPS Provinsi Kalimantan Tengah 2011, umat Katolik di propinsi ini berjumlah 76 419 jiwa (3,38% dari total penduduk). Meski demikian, jumlah imam yang melayani masih kurang sebagaimana ditandaskan oleh Bapak Uskup Keuskupan Palangkaraya, Mgr. Sutrisnaatmaka ketika meresmikan gedung baru STIPS pada Juli 2014 yang lalu. Karena itu, STIPAS diharapkan mampu menyiapkan agen-agen pastoral untuk menjawabi kebutuhan umat akan pelayanan pastoral. Memang, Gereja universal mengakui pentingnya keterlibatan awam dalam karya pewartaan. Misalnya, dalam Ecclesia in Asia 45 dinyatakan bahwa di mana kehadiran petugas pastoral tertahbis masih belum memadai, kaum awam, dalam hal ini para katekis tampil sebagai garda depan.

Salah satu point yang ditekankan oleh Keuskupan Palangkaraya dalam Arah Dasar Keuskupan untuk jangka waktu 5 tahun (2012-2017) adalah beriman mandiri, artinya memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk membangun dan mengembangkan Gereja di Keuskupan Palangkaraya meskipun tetap memerlukan batuan dari berbagai pihak; tetapi tidak menggantungkan diri pada pihak lain. STIPAS merealisasikan niat luhur itu dengan menghasilkan katekis yang siap mejawabi kebutuhan agen pastoral di Keuskupan Palangkaraya.

Sebagai bentuk pembinaan katekis yang sadar konteks, para mahasiswa dilibatkan dalam berbagai karya pastoral nyata. Keterlibatan para mahasiswa dalam berbagai karya pastoral nyata merupakan kesempatan belajar mengabdi dan melayani sesuai dengan kebutuhan konteks pastoral. Karena itu, dosen-dosen yang menangani komisi-komisi di keuskupan melibatkan mahasiswa dalam menjalankan kegiatan-kegiatan tertentu, seperti pendampingan rekoleksi untuk anak, remaja dan kaum muda, pelatihan bagi para pembina Sekami, merekam lagu dan gerak untuk kegiatan Bina Iman Anak dan Remaja. Mereka juga dilibatkan dalam berbagai kegiatan di lingkungan bersama umat dan pada semester ketujuh  mejalani praktek pastoral (KKN) selama enam bulan di paroki.  Keterlibatan dalam karya pastoral nyata kemudian direfleksikan dalam bentuk laporan dan skripsi mahasiswa merupakan hasil penelitian dalam konteks pastoral Keuskupan Palangkaraya.

Setiap umat Kristiani terpanggil untuk terlibat dalam karya pewartaan Sabda sesuai dengan kharisma yang diterima dari Allah sendiri. Salah satu bentuk nyata panggilan kaum awam dalam karya evangelisasi adalah menjadi katekis. STIPAS TDP Keuskupan Palangkaraya telah dan akan selalu siap menjadi rumah bagi siapa saja yang hendak menanggapi panggilan istimewa tersebut. (Diolah dari berbagai sumber)