Homili dalam Liturgi Gereja

 Oleh: Timotius J

Homili merupakan bagian integral dari perayaan liturgi untuk menguraikan kebenaran-kebenaran iman seturut Sabda Allah yang diwartakan dalam perayaan liturgi.

Kata homili berasal dari bahasa Yunani, yakni kata homilia. Kata homilia merupakan bentuk feminum dari kata homilon  yang berarti perkumpulan orang banyak.  Kata homilon ini kemudian digunakan dalam arti percakapan dengan orang banyak dengan menggunakan kata-kata biasa dan mempunyai tujuan praktis. Dari kata homilon ini kemudian dibentuk kata kerja homileo  yang berarti bercakap-cakap.

Dalam kebudayaan Yunani,  kata homilia berkaitan erat dengan munculnya negara kota atau polis. Bentuk polis atau negara kota juga berandil dalam menciptakan soal dalam kehidupan bersama dan para filsuf yang berdialog dengean masyarakat untuk membahas masalah-masalah yang ada dengan mempertemukan budi dan hati.

Dalam perjanjian baru kata benda homiliai (jamak) digunakan hanya satu kali yakni dalam 1 Kor 15: 33 dan berarti pergaulan. Sementara kata kerja homilein digunakan hanya tiga kali, yakni dalam Luk 24: 14;  Kis 20: 11; 24: 26 dan berarti bercakap-cakap. Origenes mengambil alih penggunaan kata ini untuk menyebutkan pewartaan sabda Allah dalam konteks liturgi.

Dari uraian arti etimologis di atas, jelaslah bahwa esensi dari homili adalah dialog, percakapan tentang suatu soal yang melibatkan budi dan hati dari kedua belah pihak. Dalam liturgi Gereja, homili menguraikan kebenaran-kebenaran iman dalam Kitab Suci yang dibacakan dalam perayaan liturgi atau ibadat sehingga menjadi pelita yang menuntun budi dan hati manusia seturut kehendak Ilahi.

Dokumen Konsili Vatikan II dalam Konstitusi tentang Liturgi Suci menyatakan: “Homili sebagai bagian Liturgi sendiri sangat dianjurkan. Di situ, hendaknya sepanjang tahun Liturgi diuraikan misteri-misteri iman dan kaidah-kaidah hidup Kristiani berdasarkan Kitab Suci (SC 52).

Selain sebagai bagian integral dari perayaan liturgy, homili merupakan bentuk merupakan pewartaan paling unggul dalam Gereja. Hal ini dapat disimak dalam Kitab Hukum Kanonik. Di sana telah digariskan tempat homili dalam karya pewartaan Gereja demikian: “Di antara bentuk-bentuk pewartaan, homililah yang paling unggul yang adalah bagian dari perayaan liturgi dan direservasi bagi imam atau diakon; dalam homili itu hendaknya dijelaskan misteri iman dan pedoman-pedoman hidup Kristiani atas dasar teks suci sepanjang tahun liturgi” (KHK 767 § 1).

Sementara itu, dalam KHK 528 § 1 dinyatakan bahwa homili wajib diadakan pada hari Minggu dan hari-hari raya wajib: “....maka dari itu hendaknya ia mengusahakan agar kaum beriman Kristiani awam mendapat pengajaran dalam kebenaran-kebenaran iman, terutama dengan homili yang harus diadakan pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib...” Homili ditiadakan kecuali bila ada alasan yang berat.” (SC 52).

Hal lain yang perlu dipahami juga adalah bahwa homili dilaksanakan atas wewenang Gereja dan bukan atas otoritas pribadi untuk menjalankannya. Dalam KHK ditegaskan bahwa homili dijalankan atas wewenang ordinaris wilayah setempat yang direservasi bagi imam atau diakon. Sementara kaum awam diperkenankan jika situasi tertentu menuntutnya atau pula jika hal ini berguna dalam keadaan khusus menurut ketentuan-ketentuan konferensi Waligereja tetapi dengan menimbang Kan. 767 § 1, homili tetap menjadi wewenang imam atau diakon.

Dengan demikian, homili merupakan bagian integral dari perayaan liturgi untuk menguraikan kebenaran-kebenaran iman seturut Sabda Allah yang diwartakan dalam perayaan liturgi. Oleh karena itu, tidak tepat bila menyebut homili untuk menyebut pewartaan di luar konteks perayaan liturgi. 

Diolah dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar